Kapan Beasiswa di Indonesia Mulai Ada? Ini Sejarahnya

Kapan Beasiswa di Indonesia Mulai Ada? Ini Sejarahnya – Pemberian beasiswa ialah satu diantaranya jalan keluar putuskan mata rantai kemiskinan. Hal itu dapat disimpulkan, bila beasiswa adalah usaha tanamanhidroponik.org pemerintah saat tambahkan sumber daya manusia unggul yang ujungnya berperanan pada menyusutnya angka kemiskinan sampai kemakmuran warga direalisasikan. Tetapi, pernahkah ada yang menanyakan kapan beasiswa ada pertamanya kali di Indonesia?

Sejarah munculnya beasiswa di Indonesia, ditulis Abdul Kahar, Kepala Pusat Servis Pendanaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbud Ristek, pada bukunya “Pemutus Mata Rantai Kemiskinan” (2021). Sejarah desain-rumah.net emberian beasiswa di Indonesia telah terentang jauh awalannya, sejak pemerintahan Presiden Soekarno. Bahkan, gemari tidak gemari, pemberian beasiswa ke warga Indonesia telah dilakukan oleh beberapa individu dari Belanda, sejak sebelum kemerdekaan.

Beasiswa berada di Indonesia tahun 1900-an

Satu diantaranya yang tercatat dalam sejarah adalah program beasiswa yang digagas oleh pasangan suami istri, Conrad T. (‘Coen’) van Deventer, seorang lulusan dari Fakultas Hukum Kampus Leiden, bersama istrinya, Elisabeth M. (Betsy) Maas. Sejak tahun 1881, Van Deventer ialah sahabat dekat Bupati Jepara, ayahnya RA. Kartini. Tahun 1899, van Deventer keluarkan artikel yang dengan judul ‘Een eereschuld’ (‘utang kehormatan’) dalam jurnal De Gids.

Dalam tulisannya, Van Deventer menulis, bila Belanda yang telah menjajah Indonesia dalam waktu yang lama mempunyai kewajiban personalitas kerjakan investasi bertingkat besar untuk kesejahteraan warga Indonesia. Karena tulisannya itu, Van Deventer menjadi juru bicara khusus untuk ‘Politik Etis’ pemerintah Belanda dan pada tahun 1905 diputuskan sebagai Anggota Parlemen Belanda. Pada tahun 1912, Coen dan Betsy menegaskan kembali komitmennya untuk membantu warga Indonesia mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik.

Dikuasai oleh perjuangan RA Kartini, Van Deventer, Betsy, dan beberapa rekan mereka, lalu pada akhirannya mengumpulkan dana untuk membikin empat yayasan yang memiliki tujuan mempromosikan pendidikan di Indonesia:

Yayasan Kartini
Yayasan Van Deventer
Yayasan Tjandi
Yayasan Max Havelaar
Bila Yayasan Van Deventer melakukan aktivitas memberikan beasiswa untuk wanita Indonesia di jenjang sekolah menengah, karena itu Yayasan Max Havelaar dan Yayasan Tjandi di waktu itu memberikan dukungan berwujud hutang bebas bunga untuk sebagian kecil mahasiswa muda Indonesia untuk belajar pada Belanda. Melalui beasiswa yang dikasih oleh kedua yayasan itu, ada sekitar 50 pemuda Indonesia yang berkesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi di Belanda. Adapun sumber dana beasiswa adalah kontribusi teratur donatur dan kontribusi pemerintah Belanda. https://tiffanyimogen.com/

Agus Salim menolak beasiswa R.A Kartini

Ada sebuah cerita lain terkait beasiswa pada jaman Hindia Belanda ini. Cerita berkenaan RA Kartini. Ia punya tekadnya untuk menempuh pendidikan betul-betul kuat. Dia ingin ke Belanda. Peluangnya mencicip pendidikan di Belanda sempat terbuka setelah pertemuannya dengan Jacques Henrij Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda. JH Abendanon terima keinginan beasiswa dari RA Kartini itu. Tapi, setelah bermacam pertimbangan, Kartini gagalkan beasiswa itu dan memberikannya pada Agus Salim yang saat datang dikenal jadi salah seorang pahlawan. Dia ialah pimpinan Sarekat Islam.

Memang Agus Salim sendiri, saat itu sedang berusaha mendapat beasiswa ke Belanda. Tapi, niat baik Kartini itu ditolak Agus Salim karena ia melihat, pemberian itu karena anjuran seorang, bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya. Dia melihat ada diskriminasi didalamnya. Agus Salim menolak beasiswa itu.

Prioritaskan wanita

Sampai sekarang, Yayasan Van Deventer yang telah berlainan nama menjadi Yayasan Van Deventer-Maas Indonesia (VDMI) dan ada dan Yogyakarta. VDMI mempunyai tujuan khusus untuk tambahkan penyediaan pendidikan, dan kenaikan dan pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan untuk wanita Indonesia. VDMS siapkan sekitar 800 beasiswa setiap tahun untuk muda-mudi Indonesia yang mempunyai potensi dari latar belakang keluarga sederhana di 35 kampus dan satu sekolah menengah. VDMS siapkan training singkat ke yang terima beasiswa untuk tambahkan soft kekuatan mereka (yaitu kemampuan pribadi, sosial dan intelektual) dan kemungkinan masuk ke dalam pada pasar kerja.

Dalam catatan sejarah, Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta dan Prof. Tjondronegoro, guru besar sosiologi IPB, ialah satu diantaranya yang terima beasiswa ini. Kakak kandungan RA Kartini, RMP Sosrokartono, bisa disebut orang Indonesia pertama yang kuliah di Belanda. Yang terima beasiswa lain dari yayasan Van Deventer ini salah satunya adalah Prof. Iso Reksohadiprodjo, seorang ahli ekonomi pertanian pertama di Indonesia dan pelukis Basoeki Abdoellah.

Dengan dasar itu, melalui payung hukum berwujud amanah Undang-Undang dasar 1945 amandemen IV tahun 2002, pemerintah keluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. UU itu, satu diantaranya pasalnya menjelaskan pemberian beasiswa jadi salah satu instrumen pendanaan pendidikan selain yang dialokasikan pemerintah melalui APBN dan APBD.